Wednesday, February 3, 2010

Pengorbanan Seorang Anak

Aku sedang berada di teras gubuk rumahku sambil menjahit pakaian anak laki-laki ku yang sobek. Aku menatap dirinya yang masih berusia 5 tahun. Ia sangat senang karena pakaian nya sedang aku perbaiki. Aku tahu bahwa sebenarnya ia menginginkan pakaian yang baru. Tapi aku bahagia karena ia bisa mengerti keadaanku. Setelah aku selesai menjahit pakaiannya, ia berkata kepadaku, "Ibu, terima kasih ya atas baju baru yang telah ibu buat untukku." Aku terharu dengan perkataannya lalu aku tersenyum. Aku tahu bahwa ia anak yang baik dan sangat lugu. Suatu ketika, ia pulang ke rumah dengan keadaan luka di kaki kirinya. Aku langsung memarahinya karena aku begitu khawatir dengan keadaannya. Ia hanya menunduk sambil menangis. Lalu aku memeluknya dan berkata, " Jangan menangis nak, ibu sangat khawatir dengan keadaanmu. Jangan ulangi lagi ya." Ia hanya mengangguk lalu ia pergi ke menuju tempat tidurnya. Memang tempat tidurnya hanya terbuat dari anyaman bambu, tapi ia tidur dengan lelap sekali. Keesokan harinya, anak laki-laki ku kembali pulang ke rumah dengan keadaan yang sama pada kaki kanannya. Aku kembali memarahinya. Ia hanya terdiam sesaat dan menangis terisak-isak. Setelah itu ia langsung kembali ke tempat tidurnya. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Akhir-akhir ini memang kelakuan anakku terlihat sangat aneh. Keesokkan harinya aku dapati lagi kedua tangannya penuh luka. Aku sangat marah besar kepadanya. Tanpa sadar, tanganku melesat menampar pipinya. Lalu ia menangis lagi. Lalu aku bertanya, ''Apa yang selama ini kamu lakukan nak?? Ibu harus bilang berapa kali kalau kamu jangan bermain dengan anak-anak nakal itu?? Lihat akibatnya, kamu penuh luka begini." Lalu aku melihatnya mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Selamat ulang tahun ya, Bu. Maafin dedek ya karena tidak mendengarkan perkataan ibu." Aku melihat apa yang ia berikan. Sebuah kalung dari untaian manik-manik yang bagiku sangat indah. Lalu tanpa berpikir panjang, aku memarahinya lagi, ''Dari mana kamu mendapatkan kalung ini nak?? Ibu tidak pernah mengajarkanmu untuk mencuri!!" "Aku tidak mencuri, Bu. Sungguh." Ia berusaha meyakinkanku. Tapi aku tetap tidak percaya. Aku begitu kecewa kepadanya. Lalu aku mengusirnya dari rumah. Tapi ia tidak pergi. ia masih berada di teras rumahku sambil menangis. Pada waktu itu keadaan sangat dingin karna hujan. Tapi setelah sekian lama, akhirnya aku tidak mendengarkan tangis nya lagi. Lalu aku melihat ke luar. Tapi tak aku dapati dirinya. Lalu dengan keadaan hujan-hujanan, aku mencarinya. Tapi tetap tidak aku temukan. Lalu aku mencarinya ke seluruh daerah di desa, tapi tetap tidak aku temukan. Sampai akhirnya ada seorang laki-laki yang berteriak. Semua warga serta aku langsung menuju ke arah terdengarnya suara tersebut. Ternyata ku dapati anak laki-laki ku jatuh dari jurang. Aku sangat sedih. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi.. Aku terlalu di buai rasa kesedihan yang sangat mendalam. Lalu bergotong royong semua warga mengantarkan anakku ke tabib. Aku terus menangis. Lalu Pak Anto, salah satu warga desa berkata kepadaku, "Bu, anak ibu sangat baik hati sekali. Ia selalu membantu saya mengangkat barang-barang dan membantu sebagian warga desa membangun rumah. Padahal saya sudah melarangnya, tapi ia berkata bahwa semua itu demi mendapatkan uang untuk membelikan hadiah untuk ibunya. Karena keinginannya yang sangat keras itu lah akhirnya aku mengijinkannya. Semoga ia cepat sembuh ya bu. Ini sebagian sumbangan untuk biaya berobat dari seluruh warga desa." Setelah mandengar hal itu, aku menangis terisak-isak. Aku tidak dapat berkata apa-apa. Lalu tidak lama kemudian, tabib keluar dan ia memberitahukan keadaan anakku,"Suatu keajaiban dari Sang Buddha akhirnya anak ibu bisa selamat. Sekarang ia sudah siuman. Ibu dapat menemuinya segera." Aku langsung berlari memeluk dirinya. Air mataku tak bisa berhenti. Aku sangat bersyukur karena akhirnya anakku bisa selamat. Suatu keajaiban pikirku. Lalu sambil tersenyum anakku berkata, "Jangan menangis lagi ya, Bu. Maafin dedek karena udah membuat ibu menangis." Mandengar perkataannya aku langsung memeluk dirinya dengan erat dan berkata,"Terima kasih anakku. Kau selalu menjadi yang nomor 1 di hatiku. Maafkan ibu, Nak."



Pesan:
Janganlah berprasangka buruk terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Berpikirlah positif sebelum semuanya terlambat.

This is my first story. Tolong berikan komentar ya. Thanks.^^